Pages

Renungkanlah Arti Seorang Ayah

Assalamualaikum Wr,Wb.Pada kesempatan kali Penulis Yogi akan membuat sebuah bahan renungan untuk mengingatkan Anda-anda semua Arti Seorang Ayah,karena kebanyakan dari remaja  terlalu fokus terhadap kasih sayang seorang Ibu dan kerap melupakan kasih sayang dari Ayah,mereka terlena oleh Belaian,Peluk manja serta perhatian Ibu yang selalu  dirasakannya setiap saat didekat Ibu,inilah yang membuat mereka tidak terlalu merasakan kasih sayang Ayah,yang kita tahu Ayah jarang dirumah karena sibuk bekerja,karena itulah mereka hanya tahu Ayah Berjasa karena Mencari Nafkah saja!,menilai Ayah sebagai sosok yang  Tegas dan Menakutkan,merasa jengkel karena terikat peraturan Ayah.terkadang mereka tak segan-segan berkata "Aku Benci Ayah","Aku sudah besar yah,jangan atur aku seperti anak kecil lagi","aku tak butuh nasehatmu,aku tahu yang terbaik buatku" kepada Ayah tanpa memikirkan perasaannya,mereka tidak terlalu memikirkan Maksud Dari Ayah sebenarnya.


Saya sarankan untuk Berhenti Berfikir seperti itu!,cobalah  sejenak merenungkan Tulisan yang saya masukan dibawah ini,akan sangat bagus jika anda membersihkan hati dari segala emosi negatif yang tidak diperlukan agar betul-betul menghayati apa isi dari Kutipan dibawah.

 Kutipan 1

"Mungkin ibu lebih kerap menelpon untuk menanyakan keadaanku setiap hari, tapi apakah aku tahu, bahwa sebenarnya ayahlah yang mengingatkan ibu untuk meneleponku?

Semasa kecil, ibukulah yang lebih sering menggendongku. Tapi apakah aku tau bahwa ketika ayah pulang bekerja dengan wajah yang letih ayahlah yang selalu menanyakan apa yang aku lakukan seharian, walau beliau tak bertanya langsung kepadaku karena saking letihnya mencari nafkah dan melihatku terlelap dalam tidur nyenyakku. Saat aku sakit demam, ayah membentakku “Sudah diberitahu, Jangan minum es!” Lantas aku merengut menjauhi ayahku dan menangis didepan ibu. Tapi apakah aku tahu bahwa ayahlah yang risau dengan keadaanku, sampai beliau hanya bisa menggigit bibir menahan kesakitanku.

Ketika aku remaja, aku meminta izin untuk keluar malam. Ayah dengan tegas berkata “Tidak boleh! ”Sadarkah aku, bahwa ayahku hanya ingin menjaga aku, beliau lebih tahu dunia luar, dibandingkan aku bahkan ibuku? Karena bagi ayah, aku adalah sesuatu yang sangat berharga. Saat aku sudah dipercayai olehnya, ayah pun melonggarkan peraturannya.

Maka kadang aku melanggar kepercayaannya. Ayahlah yang setia menunggu aku diruang tamu dengan rasa sangat risau, bahkan sampai menyuruh ibu untuk mengontak beberapa temannya untuk menanyakan keadaanku, ''dimana, dan sedang apa aku diluar sana.'' Setelah aku dewasa, walau ibu yang mengantar aku ke sekolah untuk belajar, tapi tahukah aku, bahwa ayahlah yang berkata: Ibu, temanilah anakmu, aku pergi mencari nafkah dulu buat kita bersama.

Disaat aku merengek memerlukan ini – itu, untuk keperluan kuliahku, ayah hanya mengerutkan dahi, tanpa menolak, beliau memenuhinya, dan cuma berpikir, kemana aku harus mencari uang tambahan, padahal gajiku pas-pasan dan sudah tidak ada lagi tempat untuk meminjam.

Saat aku berjaya. Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untukku. Ayahlah yang mengabari sanak saudara, ''anakku sekarang sukses.'' Walau kadang aku cuma bisa membelikan baju koko itu pun cuma setahun sekali. Ayah akan tersenyum dengan bangga.

Dalam sujudnya ayah juga tidak kalah dengan doanya ibu, cuma bedanya ayah simpan doa itu dalam hatinya. Sampai ketika nanti aku menemukan jodohku, ayahku akan sangat berhati – hati mengizinkannya.

Dan akhirnya, saat ayah melihatku duduk diatas pelaminan bersama pasanganku, ayahpun tersenyum bahagia. Lantas pernahkah aku memergoki, bahwa ayah sempat pergi ke belakang dan menangis? Ayah menangis karena ayah sangat bahagia. Dan beliau pun berdoa, “Ya Alloh, tugasku telah selesai dengan baik. Bahagiakanlah putra putri kecilku yang manis bersama pasangannya.

''Pesan ibu ke anak untuk seorang Ayah''

Anakku..

Memang ayah tidak mengandungmu,
tapi darahnya mengalir di darahmu, namanya melekat dinamamu ...
Memang ayah tak melahirkanmu,
Memang ayah tak menyusuimu,
tapi dari keringatnyalah setiap tetesan yang menjadi air susumu ...

Nak.."


 Kutipan 2


"Seorang pemuda duduk di hadapan laptopnya. Login faceb**k. Pertama kali yang dia cek adalah inbox.

Hari ini terlihat sesuatu yang tidak dia perdulikan selama ini. Bagian ‘OTHER’ di inboxnya. Ada dua pesan. Pesan pertama, spam. Pesan kedua, dia membukanya. Ternyata pesan 3 bulan yang lalu.

Dia baca isinya:
“Salam. Ini kali pertama abah mencoba menggunakan facebook. Abah coba tambah kamu sebagai teman tapi tidak bisa. Abah juga tidak terlalu paham benda ini.
Abah coba kirim pesan ini kepada kamu. Maaf, abah tidak pandai mengetik. Ini pun kawan abah yang mengajarkan.

Ingatkah saat pertama kali kamu punya HP? Saat itu kamu kelas 4 MI. Abah kasian semua anak-anak sekarang punya HP. Jadi, abah hadiahkan pada kamu satu. Dengan harapan kamu akan telpon abah kalau kamu mau cerita tentang masalah asrama, sekolah atau apa-apa saja. Tapi, kamu hanya telpon abah seminggu sekali. Tanya tentang uang makan dan jajan. Abah berpikir juga, isi ulang pulsa 100 ribu tapi telpon abah tidak sampai 5 menit. Sudah habiskah pulsanya?

Saat kamu kecil dulu, abah masih ingat pertama kali kamu bisa ngomong. Kamu asyik panggil, ‘Abah, abah, abah’. Abah bahagia sekali anak lelaki abah panggil abah. Panggil Umi.

Abah senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak paham apa yang abah ucapkan di umur kamu 4 atau 5 tahun.

Tapi, percayalah. Abah dan Umi bicara dengan kamu banyak sekali. Kamulah penghibur kami di saat kami berduka. Walaupun hanya dengan gelak tawamu.

Saat kamu masuk MI. Abah ingat kamu selalu bercerita dengan abah ketika membonceng motor dengan abah setiap pergi dan pulang sekolah. Banyak yang kamu ceritakan pada abah. Tentang ibu guru, sekolah, teman-teman. Abah jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah. Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan. Ayah mana yang tidak gembira kalau anaknya suka ke sekolah untuk belajar.

Ketika kamu masuk MTs. Kamu mulai punya kawan-kawan baru. Kamu pulang dari sekolah, kamu langsung masuk kamar. Kamu keluar pas waktu makan saja. Kamu keluar rumah dengan kawan-kawanmu. Kamu mulai jarang bercerita dengan abah.
Kamu pandai. Akhirnya masuk asrama di Aliyah. Di asrama, jarak antara kita makin jauh. Kamu mencari kami saat perlu. Kamu biarkan kami saat tidak perlu.

Abah tahu, naluri remaja. Abah pun pernah muda. Akhirnya, abah tahu kalau ternyata kamu menyukai seorang gadis.
Ketika masuk kuliah, sikap kamu sama saja dengan ketika di Aliyah. Jarang hubungi kami. Sewaktu pulang liburan, kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu.

Abah bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan istimewa itu lebih penting dari Abah dan Umi? Adakah Abah dan Umi cuma diperlukan saat kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu saja?
Akhirnya, kamu jarang berbicara dengan abah lagi. Kalau pun bicara, dengan jari-jemari. Berjumpa tapi tak berkata-kata. Berbicara tapi seperti tak bersuara. Bertegur cuma waktu hari raya. Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, kamu tidak pulang liburan lagi.

Malam ini, abah sebenarnya rindu sekali pada kamu. Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma abah sudah terlalu tua. Abah sudah di penghujung usia 60 an. Kekuatan abah tidak sekuat dulu lagi.

Abah tidak minta banyak… Kadang-kadang, abah cuma mau kamu berada di sisi abah. Berbicara tentang hidup kamu. Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu. Menangis pada abah. Mengadu pada abah. Bercerita pada abah seperti saat kamu kecil dulu. Apapun.

Maafkan abah atas curhat abah ini. Jagalah solat. Jagalah hati. Jagalah iman. Mungkin kamu tidak punya waktu berbicara dengan abah. Namun, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Allah. Jangan letakkan cinta di hati pada seseorang melebihi cinta kepada Allah.

Mungkin kamu mengabaikan abah. Namun jangan kamu mengabaikan Allah.
Maafkan abah atas segalanya.”

Pemuda meneteskan air mata. Dalam hati perih tidak terkira. Bagaimana tidak, tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk selama-lamanya. Di saat tidak mungkin lagi mampu memeluk tubuh tua ayahnya" 


Sedikit Renungan sekaligus Penutup dari Yogi :

~ Kapan terakhir kamu memeluk orangtuamu, apalagi Ayah?

~ Pernahkah kamu bilang "Pak aku sayang sama bapak. Jaga kesehatan ya, doakan aku selalu, karena doa orangtua yang menguatkan aku"

Silahkan dicoba, dan lihat perubahan raut muka ayah kamu yang tadinya sedikit kaget dan berubah jadi bahagia, atau mungkin sedikit terharu. Jika mereka tidak berkata apapun biarkan saja. Mungkin selama ini ayah kita segan untuk mengungkapkan rasa sayang karena kita sudah dianggap dewasa. Dan rasakan kebahagiaan yang akan kamu rasakan sesudahnya.

Orang tua termasuk Ayah pada saat hari-hari istirahatnya justru membutuhkan kalimat tersebut, dari orang yang mereka cintai pula (yaitu kita anaknya).

Jika Ayah kamu masih kerja dan kita ngomong kayak gitu,mungkin dibalas sederhana : "alah cengeng banget sih kamu?" tapi percayalah kalau itu sebenarnya perasaan bahagia dari ayah.saya punya teman yang sudah bekerja di perusahaan,suatu hari teman sekantornya yang lebih tua cerita dengan bangganya kalau anaknya memeluknya  sambil bilang "aku sayang ayah".

Lakukanlah hal itu selagi kalian masih punya Ayah, dulu cinta mereka tak terbalas buat kita, dan langkah sederhana ini akan memberi manfaat buat mereka,sebuah hal sederhana : "anakku yang kusayang ternyata tidak lupa denganku".

Sayangi Ayah sebelum Tiada,karena sewaktu dia masih ada kamu serasa ingin lari seperti burung  yang bebas terbang kemanapun dia mau tanpa ada aturan ini dan itu.
Tetapi..
Sewaktu dia  telah Tiada
Kamu akan merasakan setiap Kata-katanya,Sikapnya,marahnya adalah Pesan penting untuk hidupmu.
Kamu akan merindukan setiap aturanya.
Kamu akan merasa bingung mencari perlindungan jika kamu merasa ketakutan ataupun rapuh.
Kamu akan merasa bersalah karena setiap perlakuanmu,Dirimu tak pernah berkata "MAAF" Pada Ayahmu.
Kamu akan Sadar dan Menangis Sekeras-kerasnya,penuh rasa bersalah karena takkan ada lagi Ayah yang selama ini memarahi dan menasehatimu sebagai bentuk Kasih Sayangnya.
Dan kelak kamu akan katakan kepada anak cucumu.
Bahwa kamu punya Ayah yang Hebat.


Buat yang sudah kehilangan Ayah seperti saya,jangan menyesal terlalu lama,jujur saya juga merasa kesal karena tak sempat membahagiakannya ketika Ayah masih ada,akan tetapi kita harus tetap bangkit karena waktu akan terus berjalan apapun yang terjadi pada hidup kita,jadi menangislah disaat kamu rindu denganya karena itu bukti bahwa kamu tak pernah lupa akan kasih sayangnya,tertawalah ketika kamu bahagia buktikan padanya semua kebahagian ini takkan pernah ada jika bukan karena Ayah,Berbanggalah karena saat inilah kesempatan kita untuk menjadi salah satu amalan yang tidak akan terputus dari seorang yang sudah meninggal yaitu "anak sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya".dan tak lupa untuk tersenyum tegar,buat dia dengan Bangganya mengatakan "aku bersyukur menjadi seorang ayah dan aku bangga punya anak seperti *namamu*".


Sekiranya itu saja yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini.semoga tulisan saya kali ini bermanfaat bagi seluruh pembacanya,walaupun kebanyakan dari tulisan saya hanya bertujuan untuk menghibur semata :).akhir kata Terimakasih dan Assalamualaikum Wr,Wb.

Sumber Kutipan 1 dan 2 : Kaskus

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Respect :)

Yogi mengatakan...

Sip :)

Reza mengatakan...

Terimakasih Saudaraku, Mudah2an Allah membalas kebaikan Anda...

Posting Komentar

Yogi Faslah © 2014-2015. Diberdayakan oleh Blogger.